"Welcome to my blog, sharing knowledge and information"

Selasa, 22 Juni 2010

Gas atau Minyak Tanah ?

Gas atau Minyak tanah ? Pertanyaan itulah yang saat ini menghantui masyarakat Indonesia. Ketakutan dan trauma, itulah tepatnya suasana yang bisa kita lihat dalam masyarakat.

Gas atau Minyak tanah ? Pertanyaan itulah yang saat ini menghantui masyarakat Indonesia. Ketakutan dan trauma, itulah tepatnya suasana yang bisa kita lihat dalam masyarakat.

Bagi sebagian besar masyarakat, menggunakan gas dengan tabung yang keadaannya seperti sekarang ini sungguh menakutkan. Banyak dari tabung gas tersebut secara fisik terlihat tidak layak, misalnya tabung gas berkarat, sambungan tabung di las tidak rata, dll kekurangan yang membuat kita takut menggunakannya.

Sejak diluncurkannya kebijakan konversi gas ke minyak tanah keadaan dalam masyarakat terlihat kalang kabut. Mengapa demikian? Bagi masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi kuat, mungkin ini tidak menjadi masalah, walaupun masih tetap dihantui resiko maut yang diakibatkan penggunaannya. Jangan ditanya untuk golongan tidak mampu. Banyak diantara mereka tidak mampu untuk modal awal penggunaan gas tersebut. Dengan program konversi diatas, maka dibagilah tabung dan kompor gas gratis oleh pemerintah kepada golongan masyarakat kurang mampu tersebut. Tetapi masalahpun muncul. Sebelum kebijakan ini dijalankan, sudah muncul masalah dengan tender tabung gas dan kompor gas tersebut (baca kolom pakar pinter, di http://kolom.pacific.net.id/ind/eddy_satriya/artikel_eddy_satriya/menyoal_konversi_minyak_tanah_ke_bahan_bakar_gas.html). Setelah program ini dijalankan oleh pemerintah, bermunculanlah korban-korban dari tabung gas 3 kg. Hal ini terjadi disinyalir tabung gas 3 kg, pipa/selang yang dibagikan tidak memenuhi standar keamanan, sehingga memungkinkan kebocoran gas dan ..... duuuuaaarrrrr meledak..

Seiring program tersebut berjalan, maka program selanjutnyapun mulai dijalankan pemerintah. Yakni pengurangan subsidi BBM (minyak tanah). Saat ini supply minyak tanah ke agen-agen oleh pertamina menjadi 30% dari sebelumnya. Masyarakat yang ketakutan dan trauma terhadap gas kebingungan mendapatkan minyak tanah untuk kebutuhan dapur mereka. Setiap kali mengantri paling banyak mereka dijatah 2 s.d. 3 liter minyak tanah oleh agen. Sementara itu di tingkat pengecer harga per liternya sudah mencapai Rp.10.000,- s.d. Rp.12.000,-

Benarkah kebijakan ini? Benarkah negara telah mengurus rakyatnya dengan baik? Benarkah kebijakan yang diambil telah mensejahterakan rakyat?

Saya punya usul, kenapa tidak dimasukkan ke SPBU untuk Minyak Tanah, sehingga masyarakat tidak di sulitkan dan mempunyai pilihan menggunakan gas,.... monggo.., mau menggunakan minyak tanah ya monggo, toh minyak tanah bisa dibeli di SPBU seperti halnya kita membeli bensin. Soal harga,.... kalau mau di subsidi ...% dari harga sebenarnya silahkan, atau harga pasar, ya silahkan. Yang penting barangnya ada dan mencukupi kebutuhan masyarakat. Gitu loh.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar